"JANJI BULAN"


Ku berjalan melangkahkan kaki menelusuri pantai yang membentang luas. Di tengah malam ini, dapat ku dengar suara gemuruh angin yang diseling suara gelombang air laut yang terus berkejar-kejaran. Sampai pada titik kelemahan, aku pun berhenti dan membaringkan tubuhku di atas pasir pantai, membiarkan langit malam menyelimuti tubuhku. Tuan waktu tak dapat menungguku, ia terus berputar, hingga akhirnya mataku pun terpejam. Dapat ku rasa desah angin yang berhembus, dingin malam yang mencekam, namun apa yang kulakukan disini sebenarnya hanya untuk menanti. Menanti sesuatu yang mungkin akan hilang, bahkan tak pernah kembali.
Setelah beberapa saat ku terlelap, ku rasa ada yang menghampiriku, ku buka kelopak mataku dengan perlahan, dan ternyata Bintang telah berada disampingku. “Hei, apa yang sedang kau lakukan disini? Kau akan kedinginan jika terus disini..”, seru Bintang menyapaku. “Ada perlu apa?”, tanyaku singkat. “Bolehku bertanya?”, tanya Bintang. Hanya anggukan kepala yang bisa ku berikan sebagai jawabannya. “Apakah kamu pernah  melihat bulan, akhir-akhir ini?”, tanya Bintang. “Tak pernah.”, jawabku. “Kalau begitu, lupakanlah dia!”, perintahnya. “Mengapa?”, tanyaku. “Kau tahu, Bulan tak pernah serius ingin bersamamu. Dia telah pergi meninggalkanmu. Lebih baik kau lupakan dia dan pergi cari penggantinya.”, seru Bintang. Pura-pura ku tak mendengar perkataannya. Ku pejamkan kembali kelopak mataku. “Terserah kau saja! Sudah kuperingatkan kau untuk melupakannya, aku tak peduli jika suatu saat nanti kau menangisi semua penyesalan ini!”, sentaknya seraya pergi meninggalkanku. Aku tak peduli apa yang Bintang katakan, walau sebenarnya hati ini mulai tak tenang mendengar semua itu. Sebagai pelampiasan, ku biarkan tuan waktu untuk terus berputar, membiarkan tubuh ini terlelap diselimuti langit malam.
Tak lama kemudian, kurasakan panas ditanganku. Aku terbangun dan kulihat ternyata Matahari telah berada  disampingku. “Hai, cantik! Apa yang sedang kau lakukan disini? Ini sudah sangat malam, dan disini pun sudah saat dingin. Mari kuhangatkan tubuhmu.”, sapa Matahari sambil memegang tanganku. “Ada apa, Matahari?”, tanyaku singkat. “Apa tadi Bintang telah datang padamu?”, tanya Matahari. “Ya, memang kenapa?”, balasku. “Kau dengar perkataannya?”, tanya Matahari penasaran. “Tak ku hiraukan satu kata pun dari semua ocehannya..”, jawabku. “Mengapa? Janganlah keras kepala seperti ini. Kau tahu, Bulan telah memberi kabar padaku, bahwa dia akan pergi dan tak pernah kembali. Ia tak kan bisa menemanimu lagi di kala malam menjelang. Lupakanlah dia..”, seru Matahari. Ku tetap diam, tak menghiraukan perkataannya. “Mengapa kau begitu keras? Apa alasannmu begitu yakin bahwa dia tak akan pernah pergi?!”, sentak Matahari. Ku angkat tubuhku seraya mulai melangkahkan kaki meninggalkan Matahari yang sedang duduk disamping. “Hei, jawablah! Apa alasannmu begitu yakin bahwa Bulan tak akan pernah pergi darimu?!,” teriaknya. Mendengar teriakkannya itu ku hentikan langkahku seraya berkata, “Tahu kah kau, Bulan pernah berjanji padaku. Dia pernah mengatakan hal yang indah yang bahkan hingga detik ini tak bisa kulupakan.. Bulan berkata padaku,
‘Jika suatu saat nanti ku tak bisa menemanimu, bukan karena aku lelah karena terus menemanimu.. Jika suatu saat nanti ku tak bisa menghiburmu di kala malam, bukan karena aku melupakanmu.. Aku datang padamu karena satu hal, yakni ingin menemanimu dan menjadi bagian dirimu.. Aku pun pergi karena suatu hal… Aku ini sebenarnya tiada, aku hanya pantulan cahaya yang suatu saat bisa menghilang.. Kau tahu, aku tak pernah menyayangimu. Namun aku selalu mencintaimu. Aku mencintaimu lebih dari mencintai diriku sendiri. Menemukanmu bagai menemukan tujuan hidup. Oleh karena itu, jika suatu saat aku menghilang tanpa kabar, itu bukan berarti aku benci atau lelah bersamamu, tapi itu berarti aku sedang berusaha untuk ada. Berusaha lahir dari ketiadaan, demi dirimu. Agar aku bisa bersamamu. Janganlah kau sesali semua ini, Tuhan akan menyayangimu jika kau bersyukur. Syukuri semua ini. Dan janganlah kau menangis. Karena jika memang aku sudah tak bisa menemanimu lagi, aku ada dihatimu. Akan ku tuntun kau menemui kebahagiaanmu. Ku bawa kau menemui seseorang yang bisa menenemanimu menggantikanku. Aku mencintaimu. Dan aku tak pernah menyesali bahwa aku adalah suatu hal yang tiada..”, ceritaku panjang. Ku berbalik melihat kearah Matahari, ku lihat dia tertunduk menangis.
Lalu ku hampiri dia seraya berkata, “Matahari, terima kasih atas saranmu. Salamkan terima kasihku juga untuk Bintang. Tapi asalkan kau tahu, aku bukan tak ingin melupakannya, aku hanya tak bisa melupakannya. Dia memang menghilang, tapi saat ini aku merasa dia sudah menyatu dengan hatiku. Aku mendengar hatinya. Dan aku berjanji aku tak akan pernah menyesali semua ini.. Terima kasih ya..”, seraya menghapus air matanya, kujelaskan semuanya pada Matahari. Dia pun tersenyum. Aku membalas senyumannya. Satu hal yang membuatku bahagia saat ini, memang sakit mendengarnya pergi, tapi dia pergi demi diriku. Cintanya yang tulus akan menuntunku menemui dirinya. Bertemu Bulanku yang selalu ku cintai. -dsr-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dahsyatnya Mencintai Al-Qur’an [contoh pidato]

Kisah Kita.

Highlight Story!