JANJI BINTANG UNTUK KESENDIRIAN

Malam yang dihiasi hamparan laut yang begitu luas tak terukur. Dingin malam mencekam sampai ke tulang rusuk, gelap malam hampir membutakan pandangan namun untungnya Bintang masih mau menampakkan dirinya. Membantu menyinari dunia malam ini. Namun, mengapa Bintang terlihat tak bernafsu? Dia terlihat gelisah resah tak memiliki roh kehidupan.
Oh ya benar, tak biasanya Bintang sendirian. Biasanya Bulan selalu menemaninya. Namun mengapa hari ini ia tak hadir? Tuan waktu terus berjalan, namun Bulan tetap tak kunjung hadir. Kegelisahan mulai memuncak, membuncah, menggeluti pikiran Bintang. Ia coba mencari kesana-kemari, namun Bulan tak kunjung menampakkan diri. Dengan setengah putus asa Bintang pun terdiam. Membiarkan otaknya berputar lebih keras dari biasanya. Tak lama kemudian, diputuskannya untuk bertemu Matahari.
“Apakah kau melihat Bulan?”, tanyanya pada Matahari.
“Sedari tadi ku belum berjumpa dengannya, memangnya ada apa?”, jawab Matahari dengan senyumnya yang indah.
“Dia tak datang malam ini.”, jawab Bintang singkat. “Ya sudah, aku pergi dulu. Terimakasih.”
“Akan ku kabarkan engkau, jika aku melihatnya.”, janji Matahari. Namun Bintang tak menghiraukannya, ia berlalu pergi meninggalkan Matahari dan bayangannya. Bintang kecewa mendengar jawaban Matahari, tapi ia tak boleh berhenti disini. Akhirnya diputuskannya bertemu Awan.
“Apakah kau melihat Bulan?”, tanya Bintang.
“Tak kulihat siapapun dari tadi kecuali dirimu.”, jawab Awan singkat.
“Baiklah, terimakasih.”, sampai Bintang. “Tunggu!! Apakah kau menunggunya sedari tadi?”, tanya Awan khawatir.
“Ya memang kenapa? Malam ini tak datang.”, jawab Bintang singkat.
“Coba kau cari dia disebelah utara gunung itu. Mungkin dia sedang berada disana.”, saran Awan sambil menunjuk pada sebuah gunung.
“Terimakasih.”, jawab Bintang singkat sambil berlalu pergi bagai kilat menyambar.
Sesampainya Bintang dilokasi yang disarankan Awan, tetap ia tak dapat menemukannya. Akhirnya Bintang pun duduk lemas di puncak gunung itu. Membaringkan tubuhnya yang sudah letih mencari kesana kemari. Nihil! Kelopak matanya sudah mulai memaksa agar bisa menutup. Akhirnya tak lama kemudian ia tertidur.
Tiba-tiba, terdengar suara yang ia kenal. Suara yang sangat ia rindukan. Terbelalak matanya dan langsung membangunkan semua organ tubuhnya. Melihat kearah suara itu berasal. Terdengar langkah kaki bersama senandung lirik lagu yang dinyanyikan oleh sang suara yang ia kenal itu. Raut wajah Bintang pun mulai membaik. Senyum mulai terbentuk. Matanya sungguh bahagia melihat hal ia nantikan sedari tadi. Ya, Bulan datang! Sambil terus bernyanyi Bulan terus melangkah mendekati dimana posisi Bintang berada. Sampai tepat dihadapan Bintang, Bulan langsung menghentikan nyanyiannya dan memasang senyum cantiknya.
“Hai, kenapa kamu disini? Bukankah kau harusnya dilangit untuk menerangi malam ini?”, tanya Bulan memulai pembicaraan.
Mendengar pertanyaan Bulan, Bintang langsung memalingkan wajahnya menatap laut yang membentang luas. Suasana tiba-tiba hening, ditemani dingin yang terus mencekik.
Bulan menatap Bintang, memperhatikan sikapnya. Lalu tersenyum kembali.
“Kau marah padaku?”, tanya Bulan.
“Tidak.”
“Serius?”
“Ya.”, jawab singkat Bintang.
Tiba-tiba Bulan tertawa. Melihat tingkah Bulan, Bintang pun aneh. Kekesalannya mulai bertambah. ‘Apa coba yang lucu?!’, sahutnya dalam hati.
“Kau itu lucu! Hahaha. Memangnya sudah berapa lama aku mengenalmu? Aku sudah tahu bagaimana kau marah, bagaimana kau sedih bahkan bagaimana kau bahagia. Kamu tak usah berbohong.. haha”, jelas Bulan sambil mengatur intensitas tertawanya.
Bintang pun terdiam. Dia tetap tak memandang Bulan. Dia lalu berdiri. “Aku memang marah. Aku marah pada diriku sendiri yang tak bisa mencarimu dan menemukanmu. Membawamu untuk tetap bersamaku menerangi langit malam. Aku marah karena aku tak tahu alasan mengapa aku selalu sendiri.  Tak seperti yang lain.”, jelas Bintang dengan dingin.
Suasana mendadak sunyi kembali. Tak ada yang berbicara. Dingin malam terus memeluk tubuh. Angin malam terus bersenandung ria kesana kemari. Bintang diam dengan posisi berdirinya sekarang membelakangi Bulan. Bulan juga diam diposisi duduknya., dibelakang Bintang.
Namun, untungnya kesunyian itu tak berlanjut lama. Bulan pun bangkit dari posisi duduknya. Menghampiri Bintang. Memposisikan diri berdiri tepat dihadapan Bintang. Mengambil nafas dan tersenyum, “Baiklah. Maafkan aku ya? Maafkan aku yang tak menemanimu dan membantumu menyinari langit malam ini. Membiarkanmu sendirian. Maafkan aku.. Kau mau memaafkanku, kan?”, sahut Bulan dengan penuh ketenangan dan senyum indannya.
Bulan pun membalikkan tubuhnya membelakangi Bintang sambil berkata, “Kau tahu, hidup itu tak selamanya harus bersama dengan yang lain. Memang adakalanya kau harus sendiri. Benar-benar sendiri. Tapi kau tahu, walaupun kau merasa sendiri, diluar sana masih banyak orang yang mau menyumbangkan do’a - do’anya untuk mu. Banyak yang masih ingin bersamamu. Menemanimu. Bercanda denganmu. Namun, kau tak bisa merasakannya. Kau tak bisa merasakannya bukan? Itu karena dirimu terlalu sibuk memikirkan kesendirianmu. Andai saja kau membiarkan pintu hatimu terbuka lebar, kau tentu akan bisa merasakan kasih sayang mereka. Kau tentu tak kan merasa sendiri lagi..”, lalu Bulan membalikkan tubuhnya kembali memposisikan diri tepat dihadapan Bintang.
“Jika pantai selalu menemani laut. Awan selalu menemani Matahari. Malam ditemani Siang. Gunung ditemani Lembah. Maka izinkanlah aku, Bulan menemanimu Bintang.. Aku berjanji tak kan meninggalkan kau lagi. Aku akan menemanimu menyinari langit malam. Namun, kau pun harus berjanji tak kan merasa sendiri lagi. Maukah kau berjanji denganku?”, tawar Bulan.
Bintang menatap dalam wajah Bulan. Dia mulai membuat seuntai senyum indah. Sambil menganggukan kepalanya dia menjawab, “Aku janji akan berubah dan tak merasa sendiri lagi.” -dsr-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dahsyatnya Mencintai Al-Qur’an [contoh pidato]

Kisah Kita.

Highlight Story!